Sudah Banyak Bukti, Chelsea Itu Harusnya Dilatih Pelatih Model Ginian

Sejak era kebangkitan Chelsea bersama Roman Abramovich, tim ini punya cerita unik tersendiri soal pelatih. Meski banyak gonta-ganti pelatih, menariknya ada satu indikasi yang mengarah pada keberhasilan para pelatih yang berpendekatan hasil dan cenderung bermain bertahan. Siapa saja mereka?

Jose Mourinho

Sebagai contoh, pelatih berpendekatan hasil atau bermain pragmatis yakni Jose Mourinho. The Special One mempraktekan di musim pertamanya bersama The Blues. Sebagai bukti musim 2004/05 Chelsea langsung jadi juara Liga Inggris. Begitupun di musim berikutnya, The Blues mampu back to back juara Liga Inggris.

Lalu apa rahasianya? Ya, komposisi lini bertahan yang kokoh. Musim pertama chelsea bersama Mourinho hanya kalah sekali saja, dan kebobolan hanya 15 kali. Komposisi beknya seperti Gallas, Carvalho, Terry, Paulo Ferreira, ditambah Petr Cech di bawah mistar, mampu menjadi senjata ampuh The Blues.

Ditambah pembelian beberapa gelandang bertahan yang kokoh macam Essien, Lassana Diarra, maupun Maniche di musim keduanya. Ya, pembelian pemain Chelsea agaknya disiapkan Mou untuk mode bertahan.

Begitupun di periode kedua Mourinho bersama Chelsea pada musim 2014/15. Gelar juara Liga Inggris mampu kembali dalam pangkuan. Taktik Mou yang makin pragmatis kembali bertuah. Kombinasi bek macam Ivanovic, Filipe Luis, Gary Cahill, John Terry, ditambah Thibaut Courtois di bawah mistar, mampu jadi kunci pertahanan yang solid. Chelsea ketika itu juara liga dengan hanya kalah tiga kali saja. Kebobolannya pun terbukti paling sedikit, yakni 32 kali.

Carlo Ancelotti

Selain Mou ada juga Carlo Ancelotti yang terbukti mempraktekannya di musim 2009/10. Baru pertama melatih Chelsea, Don Carlo mampu mempersembahkan trofi Liga Inggris bagi Chelsea.

Pelatih Italia ini selama di AC Milan adalah masternya trofi. Ibaratnya, kalau ingin trofi panggil saja Ancelotti. Maklum, pendekatan permainan ala Ancelotti ini adalah hasil. Tak perlu main bagus atau menang dengan banyak gol. Main jelek, menang tipis, toh tetap saja raih tiga poin. Dan itu sudah cukup bagi Ancelotti.

Chelsea jadi juara Liga Inggris bersama Ancelotti hanya kalah enam kali saja. Kebobolannya juga hanya 32 gol saja. Kombinasi pemain bertahan peninggalan pelatih sebelumnya seperti Ashley Cole, Ivanovic, Terry, maupun Bosingwa, dapat dimanfaatkan dengan baik oleh Don Carlo.

Roberto Di Matteo

Masih dari satu negara dengan Ancelotti, Roberto Di Matteo termasuk juga yang sukses mengantarkan Chelsea meraih prestasi. Gelar juara Liga Champions Chelsea untuk pertama kalinya diraih oleh pelatih interim asal Italia tersebut.

Tak lain dengan caranya yang pragmatis dan cenderung bertahan. Masih terngiang dalam ingatan, Chelsea sukses menjadi juara ketika sebelumnya mereka mengalahkan Barcelona di semifinal dengan cara bertahan total.

Ketika itu sangat ikonik momen Fernando Torres bak siluman muncul sendirian di area pertahanan Barcelona dan mencetak gol. Situasi tersebut tercipta di momen counter attack ketika Barcelona deadlock mengepung pertahanan grendel Chelsea.

Namun sayang, di musim berikutnya ketika Di Matteo dipermanenkan sebagai pelatih, Chelsea malah jadi melempem. Pasalnya, pelatih plontos tersebut sok-sok-an ingin mengubah gaya main Chelsea yang lebih menyerang.

Maka dari itu, ia di musim barunya membeli serdadu menyerang seperti Hazard, Oscar, Victor Moses, maupun Marko Marin. Hasilnya apa? Chelsea terpuruk dan mengantarkan Di Matteo menuju pemecatan di bulan November 2013.

Antonio Conte

Masih beraroma Italia, Antonio Conte sukses membawa pulang trofi Liga Inggris bagi Chelsea pada musim.2016/17. Masih terngiang dalam ingatan, Chelsea-nya Conte di awal musim bermain lebih menyerang dengan mengadopsi taktik empat bek yakni 4-2-3-1.

Adaptasi taktik menyerang Conte tersebut ternyata beberapa kali gagal. Seperti hasil minor di tiga laga berturut di bulan September 2016. Seperti imbang melawan Swansea maupun kalah atas Liverpool dan Arsenal.

Kemudian salah satu trigger kesuksesan Conte adalah perubahan formasi dari empat bek menjadi tiga bek. Hasilnya tokcer. Dengan keseimbangan lini pertahanan, Chelsea bangkit kembali. Terbukti setelah memakai pola tersebut hingga akhir musim, Chelsea akhirnya mampu meraih juara Liga Inggris.

Oh iya, dilihat juga pembelian Conte di musim tersebut. Fokus pendekatan dari segi pertahanan terlihat kentara dari diboyongnya pemain seperti David Luiz. Marcos Alonso, maupun N’Golo Kante.

Thomas Tuchel

Apa yang dilakukan Conte mirip dengan apa yang dilakukan Thomas Tuchel ketika datang ke Stamford Bridge pada paruh musim 2020/21. Tuchel datang menggantikan Frank Lampard. Chelsea sudah lama dipegang Lampard dengan taktik menyerang 4-3-3 atau 4-2-3-1. Hasilnya kurang memuaskan.

Tuchel datang dikira mau meneruskan apa yang sudah digariskan Lampard. Eh ternyata Tuchel malah merombak total. Tuchel yang jarang menggunakan pola tiga bek, justru melakukannya sedari awal menangani Chelsea. Ia sempat dicap sebagai kepala batu karena taktiknya tersebut dianggap kuno dan cenderung membosankan dari segi permainan.

Tapi Tuchel berkilah. Sisi keseimbangan dari segi bertahan Chelsea lah yang justru harus dibenahi terlebih dahulu pasca ditinggalkan Lampard. Hasilnya memuaskan. Chelsea jarang kalah lagi dan sering clean sheet. Kestabilan yang diinginkan Tuchel inilah yang membuat The Blues akhirnya mendapatkan gelar juara Liga Champions untuk kedua kalinya.

Gagal Bersama Pelatih yang Bertipe Sama

Dari beberapa pelatih yang menerapkan taktik pragmatis tersebut, terbukti banyak membuahkan hasil positif bagi Chelsea. Berbeda dengan pelatih yang notabene berpendekatan menyerang.

Kita tahu Chelsea pernah mengontrak pelatih Brazil Luiz Felipe Scolari yang notabene bekas pelatih Jogo Bonito Brazil yang sukses jadi juara dunia 2002. Mengedepankan sepakbola menyerang dan indah, Chelsea malah kelihatan tak cocok. Hasilnya belum genap semusim pelatih Brazil itu sudah dipecat karena hasil minor di paruh musim pertama.

Begitu juga dengan pelatih asal Portugal, Andre Villas Boas. Ia sejak dari Porto sudah berpendekatan sepakbola menyerang dengan format 4-3-3. Bahkan ia melengkapi serdadu menyerang Chelsea dengan membeli pemain seperti Lukaku, Juan Mata, maupun Raul Meireles. Tapi ternyata hasilnya kurang memuaskan. Chelsea inkonsisten di bawah Vilas Boas. Dan terbukti belum genap satu musim ia dipecat.

Terus Graham Potter. Pelatih yang bersinar bersama Brighton tersebut juga gagal membawa taktik menyerang yang bervariasi di Chelsea. Terbukti, belum genap semusim ia juga sudah dipecat. Frank Lampard yang pernah digadang-gadang menjadi pelatih masa depan yang berpendekatan menyerang juga nol trofi ketika memegang Chelsea.

Lalu kini Pochettino. Kalau dilihat-lihat Pochettino selama memegang Chelsea di awal musim selalu mengedepankan aspek penyerangan. Pola 4-2-3-1 atau 4-3-3 menyerang tetap kekeh dipakai Pochettino meski hasilnya kurang memuaskan. Begitupun pula track record-nya kala memegang Espanyol, Soton, Spurs, maupun PSG. Lalu apakah hasilnya akan sama saja?

Sumber Referensi : bbc.com, 90min, skysports, dw.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *