Pengusaha Malaysia Perusak Identitas Cardiff City

Sebaik-baiknya orang, pasti ada saja yang tak suka. Tapi apa yang dilakukan oleh Vincent Tan bisa dibilang sudah kelewatan. Ia adalah saudagar kaya asal Malaysia yang memiliki sebagian besar saham klub Wales, Cardiff City. Setelah Glazers, mungkin dia pemilik klub yang paling kontroversial di Britania Raya.

Vincent Tan memang terbilang sukses menjalankan bisnis di Cardiff. Tapi, di bawah konsorsium Malaysia tersebut, suporter Cardiff justru sering dibikin kesal. Sejarah panjang klub yang begitu dijunjung tinggi, malah diubah seenaknya oleh pria yang berpenampilan nyentrik ini. Kok bisa? Berikut kisah Vincent Tan yang merusak identitas Cardiff City.

Berawal Tahun 2012

Dari banyaknya klub sepakbola di Wales, Cardiff City jadi salah satu yang paling beruntung pernah mencicipi bermain di kasta tertinggi sepakbola Inggris. Bersama Swansea City, Cardiff terpilih untuk mengisi dua slot dari negara bagian yang diperbolehkan merasakan intensitas kompetisi yang lebih ketat dan lebih baik di Inggris.

Selain jadi klub yang beruntung, Cardiff juga memiliki sejarah panjang di persepakbolaan Britania Raya. Tapi sejarah yang sudah dibangun susah payah oleh masyarakat Cardiff sempat dirusak oleh investor yang baru datang pada tahun 2010.

Jadi, pada Mei 2010 Dewan Direksi Cardiff City menyetujui pembelian sebagian besar saham klub dari Konsorsium Malaysia yang dipimpin Datuk Chan Tien Ghee dengan nilai enam juta pound (Rp115 miliar). Pembelian ini amat krusial buat Cardiff karena mereka tengah menanggung utang sebesar 30 juta pound atau sekitar Rp579 miliar.

Awalnya baik-baik saja, Datuk Chan memimpin dengan sangat baik. Tak ada kebijakan-kebijakan aneh yang membuat para fans kesal. Tapi petaka datang ketika dirinya memutuskan untuk mengundurkan diri sebagai ketua klub Wales tersebut pada tahun 2012. Posisinya digantikan oleh rekan bisnisnya yang bernama Vincent Tan.

Nah, pria yang namanya sama dengan anggota geng motor The Prediksi inilah yang bikin masalah. Para penggemar membenci Vincent Tan karena kebijakan-kebijakannya yang seenak jidat. Beberapa fans bahkan menyamakan pria asal Malaysia itu dengan bocah belasan tahun yang sedang bermain video game.

Sejarah yang Diubah

Berbeda dengan pemilik sebelumnya, Vincent Tan awalnya terkenal sebagai pribadi yang pelit. Dia enggan mengeluarkan banyak uang untuk pengembangan tim. Caranya memimpin juga tak digemari. Ia kerap menimbulkan perselisihan di antara jajaran pemilik dan manajemen klub karena keputusannya yang kontroversial.

Salah satu kebijakan yang paling kontroversial adalah mengganti logo dan warna jersey Cardiff City. Perlu diketahui, sejak 1908 Cardiff selalu mengenakan kostum kandang berwarna biru. Satu-satunya perubahan terjadi pada 1926 saat kostum kandang berubah menjadi biru langit hingga 1930. Setelah itu, jersey warna biru dikenal sebagai identitas klub asal Ibukota Wales tersebut

Pada tahun 2012 Cardiff City yang lekat dengan jersey berwarna biru, justru diganti dengan warna merah. Tak cukup di situ, logo klub yang awalnya identik dengan gambar burung juga diubah dengan lebih menonjolkan gambar naga. Bayangkan saja, puluhan tahun menyandang julukan The Blue Bird, tiba-tiba logo burungnya diganti naga. Ya bukan Blue Bird lagi dong.

Mungkin jika didasari dengan alasan yang penuh historis atau alasan yang mendesak, perubahan ini bisa diterima. Tapi alasan yang digunakan Vincent sangat konyol. Menurutnya, warna biru kurang bermakna untuknya. Makanya ia menggantinya dengan warna merah agar membawa hoki. 

Lalu simbol naga merah dipakai karena melambangkan Wales namun tetap tidak lepas dengan kultur Tiongkok. Naga sendiri merupakan simbol kekuatan dan keberuntungan bagi warga Tiongkok. Bahkan Vincent sempat berniat mengganti nama Cardiff City menjadi Cardiff Dragon. Memang gila betul orang ini.

Meski berkewarganegaraan Malaysia, Vincent Tan merupakan keturunan Tiongkok. Jadi, langkah gila ini dipercaya akan mendatangkan nasib baik kepada klub. Tapi tetap saja, itu dianggap merusak tradisi dan tindakan yang tak menghargai warga Cardiff. Jadi tak heran penggemar marah besar. 

Menurut fans Cardiff, naga merupakan lambang monster dari dunia kegelapan. Banyak dongeng yang menggambarkan kalau seekor naga merupakan hewan yang jahat. Itu sangat berlawanan dengan lambang burung berwarna biru yang terkesan ramah dan bersahabat.

Beneran Bernasib Baik

Tapi menariknya keberuntungan dan kekuatan yang dijanjikan Vincent Tan benar terjadi. Setelah berganti warna jersey dan logo, permainan Cardiff kian atraktif. Kekuatan yang selalu dibicarakan oleh pengusaha asal Malaysia itu seperti benar-benar merasuk ke setiap nadi pemain Cardiff City.

Di musim 2011/12, Cardiff langsung merasakan keberuntungan tersebut karena berhasil menjadi runnerup Piala Carling. Mereka hanya kalah melalui babak adu penalti. Itu pun dari Liverpool, klub papan atas Liga Inggris. Tak sampai di situ, keberuntungan terus mengalir di musim berikutnya.

Menjalani musim 2012/13, Cardiff dengan logo naga dan jersey merah tampil meyakinkan di kompetisi kasta kedua Liga Inggris. Diperkuat Aron Gunnarsson dan Craig Bellamy, Cardiff berhasil promosi ke Premier League dengan status juara Divisi Championship. Saking kuatnya, mereka bahkan hanya kalah dua kali di kandang.

Marah Karena Masih Merah

Ketika berhasil promosi, protes tentang pengubahan logo dan warna jersey mulai mereda. Beberapa fans yang membawa spanduk bertuliskan cacian kepada Vincent Tan pun mulai jarang terlihat di stadion. Tapi situasi tersebut hanya sementara. Fans kembali menyuarakan protes setelah Cardiff compang-camping di Premier League.

Setelah berganti warna, Tan mulai jor-joran dengan mendatangkan Peter Odemwingie, Wilfried Zaha, Fabio, hingga Gary Medel. Tapi performa Cardiff tak kunjung membaik di kasta tertinggi. The Red Dragon justru menjadi juru kunci setelah menelan 22 kekalahan musim 2013/14.

Emosi fans kian memuncak saat Tan memecat sang pelatih, Malky Mackay. Mengapa memecat Mackay justru memperkeruh keadaan? Karena pelatih kelahiran Bellshill, Skotlandia itu merupakan sosok yang sangat disegani oleh suporter dan pemain Cardiff. Mackay pula yang membawa Cardiff promosi ke Premier League.

Dampaknya, jumlah suporter yang datang ke stadion berkurang drastis. Dari yang awalnya 27 ribuan penonton, turun menjadi sekitar 20 ribu. Jumlah ini sekaligus menghapus kepercayaan yang diagung-agungkan Vincent Tan. Fans merasa kepercayaan warna merah itu membawa keberuntungan adalah omong kosong belaka.

Kembali ke Fitrah

Secara visual maupun nyanyian yang menyindir, protes pun terus diserukan oleh fans Cardiff. Tiada laga tanpa aksi protes dari fans. Mereka bahkan terus-terusan memakai jersey lama yang berwarna biru agar warna merah tak lagi kental di Cardiff City Stadium. Protes yang kian lantang terdengar tampaknya membuat Vincent Tan panas kuping.

Apalagi media-media lokal juga mulai memberitakan kontroversi tersebut. Beberapa media bahkan menyebut Vincent Tan sebagai “penjahat” karena mengubah identitas klub. Melihat situasi yang makin ruwet, akhirnya pintu hati Tan terketuk. Ia memutuskan untuk mengembalikan warna jersey dan dan logo menjadi biru. 

Setelah bernegosiasi dengan pihak federasi sepakbola Wales dan EFL, akhirnya pada tahun 2015 pengajuan logo baru dan pengubahan warna jersey telah disetujui. Logo Cardiff kembali mengedepankan gambar burung yang berwarna biru. 

Tapi pria yang memiliki bisnis di bidang makanan cepat saji itu enggan menanggalkan simbol naga merah. Jadi, simbol tersebut tetap ada tapi kecil di bawah gambar burung. Salut dengan fans Cardiff yang memegang teguh identitas mereka. Uang memang tak bisa membeli semua sejarah. Catat itu!

Sumber: BRfootball, BBC, Independent, Wales Online

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *