
Tanggal 8 Juni 2023, tembakan dari Jarrod Bowen di menit ke-90 membuat West Ham mengalahkan Fiorentina di final Conference League. Para fans West Ham yang menonton di Eden Arena Praha pun bersorak kegirangan.
Terakhir kali West Ham menjuarai trofi bergengsi Eropa adalah tahun 1965, saat mereka menjuarai Cup Winners Cup. Itu juga jadi trofi bergengsi terakhir mereka. Jadi trofi Conference League itu adalah trofi bergengsi pertama West Ham setelah 58 tahun.
Tapi bukan hanya itu saja yang membuat trofi Conference League jadi istimewa untuk West Ham. Tapi trofi ini menyelamatkan citra mereka. Di musim 2022/23 West Ham hanya mampu finis di peringkat ke-14, dengan mengoleksi 6 poin lebih banyak dari zona degradasi.
Menjuarai Conference League selain menyelamatkan muka mereka, tapi juga memastikan tiket di Eropa musim selanjutnya. West Ham pun bisa ikut Europa League dengan sah di musim 2023/24 meski mereka finis peringkat ke-14.
Jika diingat kembali, ini pernah terjadi sebelumnya. Bukan bagian West Ham juara Eropa, Tapi bagian dimana West Ham dapat tiket ke Eropa meski mereka finis di peringkat 12. Padahal the hammers juga tidak dapat piala apapun musim itu. Lalu, bagaimana ini bisa terjadi?
Mimpi Terakhir ke Eropa di Boleyn Ground
Selama bertahun-tahun, ambisi West Ham adalah bersaing di level tertinggi Eropa. Mereka sebenarnya sudah punya sejarah yang manis di Eropa. Di tahun 1965, West Ham jadi juara European Cup Winners Cup. Kemudian di tahun 1976, West Ham jadi finalis di kompetisi yang sama.
Tapi sejarah manis itu perlahan memudar. West Ham tidak lagi bisa berbicara banyak di pentas Eropa. Dari dekade 90-an sampai 2010-an, West Ham jarang masuk kualifikasi. Sekalinya masuk kualifikasi pun, the Hammers selalu gagal ke putaran final. West Ham pun tidak lagi dikenal sebagai tim yang cukup baik untuk masuk ke Eropa.
Loncat ke awal musim 2014/15, ada rencana kalau West Ham akan pindah stadion. Stadion mereka sebelumnya adalah Upton Park yang sudah jadi rumah the hammers sejak tahun 1904. Di stadion yang juga sering disebut Boleyn Ground itu telah menyimpan kenangan manis West Ham. Termasuk kenangan manis mereka di Eropa.
Our first-ever European triumph 🏆
đź—“ #OnThisDay in 1965 we won the European Cup Winners’ Cup at Wembley Stadium just a year before Bobby Moore lifted the World Cup on the very same spot… pic.twitter.com/vaStEAQCOs
— West Ham United (@WestHam) May 19, 2021
Tapi Boleyn Ground punya kapasitas yang kecil. Hanya mampu menampung sekitar 35.000 penonton. Sedangkan seiring berjalannya waktu klub mengalami perkembangan dan butuh stadion yang lebih besar.
The Hammers pun memutuskan untuk pindah ke London Stadium yang punya kapasitas jauh lebih besar. Dan mimpi untuk ke Eropa pun kembali muncul. Mereka ingin memainkan pertandingan kompetisi Eropa untuk yang terakhir kalinya di Boleyn Ground.
Musim Buruk 2014/15
Pemilik West Ham, David Gold dan David Sullivan pun menancapkan visi mereka. Yaitu bisa finis di 6 besar sebelum musim 2015/16. Agar di musim itu mereka bisa memainkan pertandingan Eropa untuk terakhir kali di Boleyn Ground.
Sayangnya musim 2014/15 adalah musim yang tidak baik untuk the hammers. Mereka sebenarnya mencatatkan performa yang meyakinkan di awal musim. Sampai di malam Natal 2014, West Ham duduk di peringkat-4.
Tapi performa mereka menukik tajam di paruh kedua musim. Ini berbanding lurus dengan performa beberapa pemain yang juga ikut merosot. Diafra Sakho, Enner Valencia, Alex Song, dan Stewart Downing semuanya gagal melanjutkan penampil apik mereka di awal musim.
Tapi status kambing hitam ditujukan kepada sang pelatih Sam Allardyce. Ia dituding mengubah filosofi West Ham dari direct plays jadi permainan yang mengalir ala ala klub modern. Sayangnya perubahan itu malah jadi senjata makan tuannya.
Sam Allardyce pun sudah diprediksi jadi pelatih pertama yang akan dipecat musim itu. Sebab sampai di pekan ke-35, the hammers masih duduk di peringkat ke-9. Berjarak 11 poin dari posisi ke-6 yang merupakan target mereka.
Harapan untuk bermain di kompetisi Eropa untuk terakhir kalinya di Upton Park pun tampak pupus. Sebab hanya tiga pertandingan tersisa. Jadi walaupun mereka bisa menang di 3 pertandingan terakhir itu, poin yang didapat masih belum cukup. Namun, secercah harapan untuk mewujudkan mimpi itu pun muncul. Yaitu dengan jalur Fair Play.
Lolos Pakai Aturan Fair Play
Ini bukan Financial Fair Play, melainkan UEFA Respect Fair Play Ranking. Peraturan ini sudah ada sejak musim 1993/94. Jadi UEFA membuat semacam klasemen berdasarkan poin fair play tim-tim di sebuah liga pada suatu musim.
“Penilaian fair play dibuat oleh delegasi resmi UEFA pada kriteria permainan positif, rasa hormat lawan, rasa hormat wasit, perilaku kerumunan dan ofisial tim” Begitu bunyi pernyataan UEFA. Dan siapa yang memuncaki klasemen di akhir musim, akan diberikan hadiah slot tambahan masuk ke Europa League.
Di musim 2014/15, Liverpool adalah pemuncak klasemen itu. Tapi karena Liverpool sudah punya tiket Europa League setelah finis di peringkat 6 Premier League, slot tambahan pun diberikan ke West Ham yang duduk di peringkat dua.
Burnley in Europe?
Whoever tops this table will be in the Europa League. http://t.co/FpjPytzmOA pic.twitter.com/xSdMquXTQ2
— BBC Sport (@BBCSport) May 8, 2015
Tapi untuk memastikan hasil ini, artinya West Ham harus bermain hati-hati di sisa 3 pertandingan musim 2014/15 itu. Agar tidak dapat kartu kuning atau hal-hal yang mengurangi poin mereka.
Benar saja, di tiga pertandingan terakhir West Ham memilih untuk bermain waspada. Hasilnya mereka kalah di tiga laga terakhir itu. Tapi, setidaknya mereka hanya dapat dua kartu kuning. Jadi, West Ham pun bertahan di posisi kedua Fair Play Ranking dan berhak dapat slot tambahan ke Europa League.
Europa League Terakhir Boleyn Ground
Meskipun begitu Sam Allardyce tetap dipecat. West Ham kemudian mengangkat Slaven Bilic sebagai penggantinya. Slaven Bilic memang pilihan yang lebih baik. Itu akan ia buktikan di akhir musim 2015/16 nanti. Tapi sebelum itu, pekerjaan Bilic adalah mimpi buruk untuk semua manajer.
Ia datang untuk menjalani masa paling sibuk klub. Setelah 9 tahun absen, West Ham akhirnya bisa masuk Europa League. Tapi karena masuk lewat jalur hadiah, West Ham harus memulai perjalanan mereka dari playoff putaran pertama.
Parahnya babak playoff ini dimainkan saat jeda musim panas. Jadi ditengah-tengah laga uji coba dan waktu libur, Bilic harus memanggil para pemain lebih cepat. Di putaran playoff pertama, West Ham masih bisa mengalahkan wakil Andorra, Lusitanos dengan agregat 4-0.
Tapi sudah mulai kesusahan di babak playoff putaran kedua. West Ham lolos setelah mengalahkan wakil Malta, Birkirkara lewat babak adu penalti. Mimpi West Ham berakhir di playoff putaran ketiga saat kalah melawan Astra Giurgiu dari Rumania. Penantian lama mereka di Europa League malah selesai sangat singkat.
Tak Ada Lagi Hadiah Fair Play
Banyak yang menganggap kalau West Ham tidak pantas kalah lawan tim rendahan Eropa itu. Tapi kenyataannya West Ham harus menjalani playoff dengan jadwal yang luar biasa padat. Sebab laga playoff itu dilaksanakan di sela-sela jadwal pramusim. Belum lagi saat itu Bilic adalah pelatih baru di klub.
Tapi ada juga yang mengatakan sebenarnya West Ham memang belum pantas untuk masuk ke Europa League. Sebab memang cara West Ham ke Europa League saat itu memang dipertanyakan.
Tidak ada yang tahu soal detil peraturan fair play sebenarnya bagaimana. Sebab selain pelanggaran, kartu merah, dan kartu kuning, ada hal-hal lain yang dihitung. Sehingga terlalu rumit untuk memahami respect fair play ranking. Dan dampak buruknya West Ham jadi terlalu memikirkan bagaimana cara agar tidak dapat kartu kuning daripada untuk menang.
Bahkan ada kritik yang cukup pedas. Mengatakan kalau musim itu catatan kedisiplinan West Ham bagus karena para pemainnya bermain sangat buruk. Sampai melakukan tackle saja tidak becus.
Peraturan fair play itu kemudian dihapus di musim 2015/16. Tidak ada lagi tiket ke Eropa lewat jalur anak baik-baik. Sebagai gantinya, UEFA memberikan hadiah uang ke klub yang memuncaki klasemen fair play.
West Ham sendiri sebenarnya mengalami peningkatan pesat di Liga musim 2015/16. Slaven Bilic membawa Dimitri Payet yang langsung jadi playmaker paling mematikan di Premier League. Bilic juga membawa West Ham finis di peringkat 7. Jadi mereka tidak lagi mengandalkan hadiah fair play. Terlepas dari itu, impian West Ham setidaknya terwujud. Yaitu memainkan pertandingan Eropa di Boleyn Ground sebelum pindah ke London Stadium.
Sumber referensi: Guardian, Guardian 2, Guardian 3, Vavel, Goal, UEFA, UEFA 2, Reuters, Sky, Daily